KABAR FIS – HMJ Program Studi Sosiologi Agama, Fakultas Ilmu Sosial (FIS) Universitas Islam Negeri Sumut (UINSU) menggelar diskusi publik bertajuk “Kenaikan Harga BBM: Bela Negara atau Bela Rakyat?,” di Auditorium FIS UINSU Kampus IV Tuntungan, Kamis (8/9/2022).
“Diskusi ini bagian dari langkah pencerdasan bagi kita semua. Salah satu ciri orang cerdas adalah tidak mengklaim sesuatu sebelum mendiskusikan sesuatu hal tersebut,” kata Dekan FIS UINSU Prof Dr Abdurrahman MPd saat membuka diskusi.
Dia berpesan kepada peserta khususnya mahasiswa yang hadir agar mampu mencermati isu yang berkembang.
“Kita berharap adik-adik mahasiswa bisa berperan aktif dalam diskusi ini serta tidak simpang siur dalam menangkap suatu isu. Jadilah teratai yang bisa terus tumbuh dan berbunga meski dalam air berlumpur sekalipun,” kata Abdurrahman.
Sebagai narasumber diskusi, Faisal Mahrawa dari Ilmu Politik FISIP USU, Ketua KNPI Sumut Samsir Pohan, Dosen FIS UINSU Rholand Muary, Suhaimi Umar Harahap mahasiswa FIS UINSU serta dimoderatori Uswatun Hasanah Harahap, MA dari FIS UINSU serta Kamrusammad Anggota Komisi XI DPR RI secara daring.
Faisal Mahrawa menyebutkan, kenaikan harga BBM berdampak ke berbagai sektor. Dari ekonomi hingga dampak sosial.
“Selain harga kebutuhan pokok akan naik, nahkan sudah, juga akan berdampak pada hilangnya pekerjaan masyarakat,” kata Faisal.
Untuk itu, Faisal mengajak mahasiswa untuk tidak berdiam diri pada persoalan dan kebijakan pemerintah yang menyengsarakan rakyat.
“Kalau mahasiswa sudah diam, maka kehancuran negeri ini tinggal menunggu waktu,” tukas Faisal.
Sementara itu, Ketua DPD KNPI Sumut berharap mahasiswa mampu adaptif terhadap persoalan yang berkembang.
“Kenaikan harga BBM harus bisa sikap kita dari yang apatis menjadi kritis memandang suatu hal. Jangan datang ke sini hanya karena disuruh dosen. Meskipun begitu, cobalah untuk kritis memandang suatu hal,” kata Samsir.
Di sisi lain, Dosen FIS UINSU Rholand Muary mengatakan kenaikan harga BBM menyisakan efek domino, terutama harga kebutuhan pokok.
“Ini menjadi bias dengan program pemulihan ekonomi nasional yang gencar disuarakan pemerintah,” kata Rholand.
Rholand menduga ada invisible hand yang mengakali hingga mampu mengendalikan kenaikan harga BBM dalam negeri di tengah turunnya harga minyak dunia.
“Pemerintah sebaiknya fokus pada bagaimana BBM subsidi tepat sasaran,” ujar Rholand.
Sedangkan Suhaimi Umar Harahap dari kalangan mahasiswa menilai dampak lain dari kenaikan harga BBM adalah bahwa rakyat sedang memperebutkan ruang hidup.
“Eksesnya kita sedang berebut ruang hidup khususnya di perkotaan,” ujar Suhaimi.
Suhaimi juga menilai pemerintah terkesan bermain pada wilayah abu-abu soal kebijakan kenaikan harga BBM subsidi.
“Publik sering disuguhi data bahwa kita mengimpor minyak dari kuar karen konsumsi dasar kita melebihi produksi minyak dalam negeri. Namun di sisi lain pemerintah malah membuka pintu seluas-luasnya masyarakat untuk berbondong-bondong membeli mobil dengan kebijakan DP nol persen dan relaksasi PPn BM,” kata Suhaimi.
Suhaimi juga menyinggung kebijakan pemerintah membagikan BLT kepada masyarakat sebagai kompensasi kenaikan harga BBM.
“Ini uang kita, bukan pemerintah yang memberi. Selain mahasiswa, saya adalah pengemudi ojek online. Kalau kita gak bayar pajak kendaraan, akun kita gak bisa aktif. Kompensasi itu jangan diklaim dari pemerintah. Meskipun saya sendiri kurang sepakat dengan kebijaka BLT itu,” tegas Suhaimi.
Pembicara terakhir, Anggota Komisi XI DPR Kamrusammad mendorong pemerintah mampu mengendalikan distribusi BBM subsidi.
“Pertamina harus mampu mengendalikan subsidi BBM sehingga tepat sasaran,” kata Anggota Fraksi Gerindra tersebut.
Dia juga mendorong agar pemerintah memperluas jumlah penerima BLT kompensasi kenaikan harga BBM ini.
“Jangkauan diperluas serta durasinya juga ditambah hingga enam bukan ke depan,” tukas Kamrusamad yang juga sedang mengikuti rapat di DPR RI.(kaldera/admin)