Talkshow FIS UIN Sumatera Utara–DP3AKB: Perkuat Jejaring Layanan Perlindungan Perempuan dan Anak di Tingkat Provinsi dan Lintas Daerah

Medan, 21 November 2025 — Fakultas Ilmu Sosial (FIS) UIN Sumatera Utara menyelenggarakan talkshow bertema “Kegiatan Penguatan Jejaring Antar Lembaga Penyedia Layanan Perlindungan Perempuan Kewenangan Provinsi dan Lintas Daerah” pada Jumat (21/11/2025) bertempat di Aula FIS UIN Sumatera Utara, pukul 09.00–12.00 WIB.

Kegiatan ini menghadirkan empat narasumber kunci: Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (P3AKB) Provinsi Sumatera Utara, Dwi Endah Purwanti, SS., M.Si.; Dekan FIS UIN Sumatera Utara, Prof. Dr. Mesiono, M.Pd.; Dosen FITK, Drs. Rustam Pakpahan, MA.; serta Dosen FIS, Dr. Muhammad Jailani, MA. Talkshow diikuti oleh dosen dan mahasiswa yang memenuhi aula, mencerminkan kepedulian kampus terhadap isu perlindungan perempuan dan anak.

Penguatan Jejaring Layanan Perlindungan di Kampus dan Daerah

Dalam sambutannya, Kepala Dinas P3AKB menegaskan bahwa peningkatan angka kekerasan terhadap perempuan dan anak di Sumatera Utara menjadi alarm bersama untuk memperkuat jejaring perlindungan, tidak hanya di level provinsi tetapi juga lintas kabupaten/kota. Ia menjelaskan bahwa Dinas P3AKB menangani tiga urusan utama: perlindungan dan pemberdayaan perempuan, pemenuhan hak dan perlindungan anak, serta pengendalian penduduk dan keluarga berencana, yang seluruhnya terhubung dengan kualitas sumber daya manusia dan ketahanan keluarga.

Melalui aplikasi Simfoni dan jaringan 30 UPTD PPA yang tersebar di kabupaten/kota, Pemerintah Provinsi Sumut berupaya memastikan setiap kasus kekerasan yang terlapor dapat ditangani secara terpadu. Namun, angka laporan yang terus meningkat menunjukkan bahwa masih banyak kasus yang belum muncul ke permukaan, sehingga dibutuhkan dukungan kampus sebagai mitra strategis untuk edukasi, pencegahan, dan rujukan kasus. 

Kegiatan talkshow ini diposisikan sebagai ruang kolaborasi konkret antara FIS UIN Sumatera Utara, Satgas PPKS di kampus, serta Dinas P3AKB dan UPTD PPA, guna memperkuat “jalur komunikasi cepat” ketika terjadi kasus kekerasan di lingkungan perguruan tinggi maupun di daerah asal mahasiswa.

Perspektif Akademik: Kekerasan di Satuan Pendidikan dan Perguruan Tinggi

Dr. Muhammad Jailani, MA., memaparkan pentingnya melihat isu kekerasan di perguruan tinggi melalui tiga pilar utama: sumber daya manusia, sistem kebijakan, dan sarana pendukung. Ia menekankan bahwa perubahan tidak cukup dilakukan pada tataran fasilitas, tetapi harus dimulai dari perubahan cara pandang dan kompetensi SDM kampus—dosen, tenaga kependidikan, dan mahasiswa—terhadap isu kekerasan dan kesetaraan. 

Jailani menguraikan perkembangan regulasi, mulai dari UU KDRT hingga UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) yang kini merumuskan 16 bentuk kekerasan seksual, termasuk grooming, stalking, dan kekerasan berbasis siber. Dalam konteks perguruan tinggi, ia menekankan perlunya pemahaman serius terhadap Permendikbudristek dan regulasi Kementerian Agama tentang pencegahan dan penanganan kekerasan di kampus, serta pentingnya mengembangkan Satgas dan mekanisme rujukan yang berjejaring dengan UPTD PPA.

Ia juga menyoroti meningkatnya persoalan mental health dan kemampuan negosiasi serta manajemen konflik sebagai bagian dari kompetensi pencegahan kekerasan, yang dapat diintegrasikan dalam kurikulum ilmu sosial di FIS.

Pembelajaran dari Kamboja: Dimensi Global Perdagangan Anak

Sebagai penguat perspektif, Drs. Rustam Pakpahan, MA., membagikan pengalaman penelitiannya tentang perdagangan anak untuk tujuan eksploitasi seksual di Kamboja. Dalam paparannya, ia menggambarkan bagaimana kesenjangan ekonomi antarnegara, budaya kekerasan yang mengakar, serta korupsi struktural turut menyuburkan praktik perdagangan anak dan eksploitasi seksual.

Rustam menjelaskan bahwa penanganan trafficking tidak dapat dilepaskan dari jejaring kerja lintas negara, lembaga perlindungan anak, dan organisasi masyarakat sipil. Pengalaman ini menjadi cermin bagi Indonesia, khususnya Sumatera Utara, bahwa penguatan jejaring layanan perlindungan perempuan dan anak di tingkat provinsi dan lintas daerah adalah langkah strategis untuk mencegah terjadinya kasus serupa dan memperkuat perlindungan kelompok rentan. 

Komitmen FIS sebagai Kampus Aman dan Berdampak

Dekan FIS UIN Sumatera Utara, Prof. Dr. Mesiono, M.Pd., menegaskan komitmen fakultas untuk menjadi lingkungan akademik yang aman, inklusif, dan bebas kekerasan. FIS tidak hanya mendorong penguatan regulasi internal dan kerja Satgas PPKS, tetapi juga mengintegrasikan isu perlindungan perempuan dan anak, keadilan gender, serta anti-kekerasan ke dalam kegiatan akademik, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.

Melalui talkshow ini, FIS menegaskan perannya sebagai “kampus berdampak”: bukan hanya menyelesaikan studi di ruang kelas, tetapi ikut menyumbang model, praktik baik, dan advokasi kebijakan perlindungan perempuan dan anak di Sumatera Utara.

Kontribusi terhadap Sustainable Development Goals (SDGs)

Penyelenggaraan talkshow ini sejalan dengan komitmen global Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya SDG 5: Gender Equality, SDG 16: Peace, Justice and Strong Institutions, SDG 4: Quality Education, dan SDG 3: Good Health and Well-Being.

Melalui fokus pada pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak, penguatan jejaring layanan perlindungan, serta pengarusutamaan kepemimpinan perempuan, kegiatan ini secara langsung mendukung SDG 5 yang menargetkan penghapusan segala bentuk diskriminasi dan kekerasan terhadap perempuan dan anak perempuan serta pemberdayaan mereka dalam ruang publik maupun privat.

Penguatan koordinasi antara FIS UIN Sumatera Utara, Dinas P3AKB, Satgas PPKS, dan UPTD PPA juga mencerminkan implementasi SDG 16, yakni mendorong masyarakat yang damai dan inklusif, memberikan akses keadilan bagi semua, serta membangun institusi yang efektif, akuntabel, dan inklusif di berbagai level.

Dari sisi tridarma perguruan tinggi, talkshow ini memperkuat peran kampus sebagai ruang pembelajaran yang aman dan bermutu, sejalan dengan SDG 4 yang menekankan pendidikan inklusif dan berkualitas serta kesempatan belajar sepanjang hayat bagi semua, termasuk integrasi literasi perlindungan perempuan dan anak dalam kurikulum dan pengabdian kepada masyarakat.

Selain itu, isu kesehatan mental, pemulihan korban, dan pembangunan lingkungan kampus yang bebas kekerasan berkontribusi pada SDG 3 yang menargetkan kehidupan yang sehat dan kesejahteraan bagi semua di segala usia, termasuk promosi kesehatan jiwa dan pencegahan berbagai bentuk kekerasan yang berdampak pada kesehatan fisik maupun psikologis korban.

Dengan demikian, talkshow ini tidak hanya relevan pada level lokal dan institusional, tetapi juga menjadi bagian dari upaya nyata FIS UIN Sumatera Utara dalam mendukung agenda pembangunan berkelanjutan 2030 melalui penguatan perlindungan perempuan dan anak serta penciptaan kampus yang aman, adil, dan berperspektif gender.